Sabtu, 03 Desember 2011

Sistem pelapisan sosial aspek negatif dan positif

Pelapisan sosial pastilah terjadi dimanapun kita berada, namun tergantung dari bagaimana kita menyikapi dan menjaganya agar tidak adanya kecemburuan, kesenjangan, dan diskriminasi sosial pada masyarakat dalam tingkatan apapun, ataupun menengah ke atas atau ke bawah, semua manusia dengan derajat yang sama, yang membedakan tinggi rendah hanyalah akhlak yang mulia. Jika kita beruntung menjadi seorang yang tinggi di mata sosial, maka jangan menyalahgunakan kedudukan tinggi tersebut, dan jika kita berada dalam tingkatan rendah, maka kita harus berusaha dan berfikir untuk maju agar kita di pandang dalam status sosial.

kenyataan yang terlihat ini menunjukkan bahwa didalam kehidupan manusia, maupun kehidupan alam terdapat adanya tingkatan/lapisan didalamnya; pelapisan terdapat sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat. Pelapisan maksudnya adalah keadaan yang berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat. Istilah pelapisan diambil dari kata stratifikasi. Istilah stratifikasi berasal dari kata stratum ( jamaknya adalah strata, yang berarti lapisan).
Pitirim A sorokin mengatakan bahwa pelapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarchies). 

Perwujudan dari gejala stratifikasi sosial adalah adanya tingkatan tinggi dan rendah.
Dasar dan inti lapisan-lapisan didalam masyarakat adalah karena tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban dan tanggung jawab, serta dalam pembagian nilai-nilai sosial an pengaruhnya diantara anggota masyarakat.

Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).

Sistem plapisan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi, karena adanya tingkatan kesenjangan-kesenjangan yang didasari dari beberapa hal misalnya dari segi Ekonomi, ini akan menimbulkan stratifikasi sosial yang sangat mencolok. Masyarakat dan lingkungan sosialnya menjadi element yang tak dapat terpisahkan sehingga akan menimbulkan efek-efek tertentu sesuai dengan pola fikir dan lingkungan masyarakt sosial itu sendiri.



aspek negatif dan positif dari sistem pelapisan sosial  .

Dalam hidup manusia sering terjadi pertikaian karena perbedaan ekonomi. Dan perbedaan ini menimbulkan masalah sosial yang sangat mencolok di kehidupan masyarakat. Perbedaan ekonomi membuat pola berfikir manusia menjadi berbeda ,
karena itu kita harus mengatasi nya ,,

aspek negative : 
ini bisa saja terjadi pada daerah-daerah pedesaan, pasalnya pedesaan yang umumnya petani akan senantiasa lebih dikuasai oleh tengkulak-tengkulak yang memainkan harga pasar yang cenderung seringkali merugikan para petani, contohnya para petani daun bakau untuk pembuatan rokok, harga bakau harus ditentukan oleh tengkulak yang sudah bekerja sama dengan produsen rokok yang telah memilik nama. Tingkatan ekonomi lah yang membuat stratifikasi sosial ini muncul, belum lagi karena jabatan dan tingkat pendidikan.
pelapisan sosial ini juga bisa saja menguntungkan bagi kaum sepihak
dan aspek positif :
ini dapat kita jumpai dalam hal hukum yang bisa saja ringan walaupun dia memiliki kesalahan karena  dia mempunyai uang yang banyak dan orang dalam yang mengetahui banyak tentang hukum.



SOLIDARITAS YANG UTAMA .

Status kewarganegaraan anak dari perkawinan campuran

Perkawinan Campur

Perkawinan campur. Perkawinan campur bisa di definisikan sebagai perkawinan beda dalam status kewarganegaraan, beda dalam budaya/suku, dan beda dalam agama. Dalam perkawinan campur ini, setiap pasangan bisa melaksanakannya secara sah oleh hukum, maupun ketentuan yang berlaku. Tetapi, bagaimana dengan kondisi status mengenai anak dari pasangan tersebut?

Permasalahan yang pertama kita ambil adalah, perkawinan campur dalam status kewarganegaraan. Di sini tedapat pasangan pengantin, yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Contoh, status kewarganegaraan dari mempelai pria adalah warga negara asing (WNA), dan status kewarganegaraan dari mempelai wanita adalah Indonesia (WNI). Di mana, pernikahan tersebut bisa berjalan dengan sah sesuai hukum, adat, budaya, agama, atau dengan ketentuan yang berlaku. Tetapi, dengan satu syarat. Yaitu, yang mempunyai status WNA harus melaksanakan Naturalisasi. Ini sangat berpengaruh dalam menentukan status kewarganegaraan anaknya nanti. Membuktikan bahwa keturunan tersebut adalah keturunan dari pasangan WNI asli. Proses Naturalisasi di Indonesia sudah mempunyai ketentuan tersendiri yang berlaku. Jika yang berstatus WNA sudah menjalankan proses Naturalisasi, maka perkawinan campur tersebut dinyatakan sah.
Permasalahan yang kedua adalah, perkawinan campur dalam perbedaan budaya atau suku. Ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, terdapat pasangan pengantin yang memiliki perberbedaan budaya atau suku. Misalkan budaya atau suku dari mempelai pria adalah Jawa, dan budaya atau suku dari mempelai wanita adalah Sunda. Perkawinan ini bisa di lakukan secara sah, dengan mengikuti ketentuan adat istiadat tertentu bila diharuskan. Dan mengenai status anak dalam perkawinan ini, tentu saja WNI, dan budaya atau suku yang akan dia anut, bisa diambil bedasarkan tempat atau daerah di mana dia lahir, atau mengikuti keturunan budaya atau suku dari sang ayah atau ibunya.
Permasalahan yang ketiga adalah, perkawinan campur dalam perbedaan agama atau kepercayaan logis. Ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, terdapat pasangan pengantin yang memiliki perberbedaan agama. Misalkan agama dari mempelai pria adalah Islam, dan agama dari mempelai wanita adalah Kristen. Perkawinan ini bisa di lakukan secara sah, dengan mengikuti ketentuan agama atau ketentuan tertentu bila diharuskan. Bisa juga salah satu dari mereka harus pindah agama, agar agama yang merka anut menjadi sama, dan proses jalannya pernikahan bisa lebih sah. Mengenai status anak dalam perkawinan ini, tentu saja WNI, dan agama yang akan dia anut, bisa diambil bedasarkan kepercayaan dirinya sendiri, atau mengikuti keturunan agama dari sang ayah atau ibunya.
Dan dalam 3 kategori tersebut di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa perkawinan campur dalam status kewarganegaraan, beda dalam budaya/suku, dan beda dalam agama, bisa melaksanakannya secara sah oleh hukum, maupun ketentuan yang berlaku. Dan mengenai status dari keturunan pasangan tersebut, bergantung dengan kondisi, dan ketentuan yang sudah di anjurkan.






STATUS HUKUM ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN BERDASARKAN HUKUM INDONESIA
============================================================================
I. PENDAHULUAN
Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok Tanah Air dan kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan, dan transportasi telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat kaya dan orang Indonesia. Menurut survey yang dilakukan oleh Mixed Couple Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah, dan sahabat pena. Perkawinan campur juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja dari negara lain. Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di indonesia.
Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 :
”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Selama hampir setengah abad pengaturan kewarganegaraan dalam perkawinan campuran antara warga negara indonesia dengan warga negara asing, mengacu pada UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958. Seiring berjalannya waktu UU ini dinilai tidak sanggup lagi mengakomodir kepentingan para pihak dalam perkawinan campuran, terutama perlindungan untuk istri dan anak.
Barulah pada 11 Juli 2006, DPR mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru. Lahirnya undang-undang ini disambut gembira oleh sekelompok kaum ibu yang menikah dengan warga negara asing, walaupun pro dan kontra masih saja timbul, namun secara garis besar Undang-undang baru yang memperbolehkan dwi kewarganegaraan terbatas ini sudah memberikan pencerahan baru dalam mengatasi persoalan-persoalan yang lahir dari perkawinan campuran.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, sangat menarik untuk dikaji bagaimana pengaruh lahirnya UU ini terhadap status hukum anak dari perkawinan campuran, berikut komparasinya terhadap UU Kewarganegaraan yang lama. Secara garis besar perumusan masalah adalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana pengaturan status hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran sebelum dan sesudah lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru?
  2. Apakah kewarganegaraan ganda ini akan menimbulkan masalah bagi anak?
II. ANAK SEBAGAI SUBJEK HUKUM

Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah :
“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”
Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup. Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain. Berdasarkan pasal 1330 KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah mereka yang belum dewasa, wanita bersuami, dan mereka yang dibawah pengampuan. Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum.
 
III. PENGATURAN MENGENAI ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN

A. Menurut Teori Hukum Perdata Internasional

Menurut teori hukum perdata internasional, untuk menentukan status anak dan hubungan antara anak dan orang tua, perlu dilihat dahulu perkawinan orang tuanya sebagai persoalan pendahuluan, apakah perkawinan orang tuanya sah sehingga anak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya, atau perkawinan tersebut tidak sah, sehingga anak dianggap sebagai anak luar nikah yang hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.
Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal. Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis). Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan kekeluargaan, demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak dipergunakan di negara-negara lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara sosialis.
Dalam sistem hukum Indonesia, Prof.Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini sesuai dengan prinsip dalam UU Kewarganegaraan No.62 tahun 1958.
Kecondongan pada sistem hukum ayah demi kesatuan hukum, memiliki tujuan yang baik yaitu kesatuan dalam keluarga, namun dalam hal kewarganegaraan ibu berbeda dari ayah, lalu terjadi perpecahan dalam perkawinan tersebut maka akan sulit bagi ibu untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya yang berbeda kewarganegaraan, terutama bila anak-anak tersebut masih dibawah umur.
 
B. Menurut UU Kewarganegaraan No.62 Tahun 1958

1. Permasalahan dalam perkawinan campuran

Ada dua bentuk perkawinan campuran dan permasalahannya:
a. Pria Warga Negara Asing (WNA) menikah dengan Wanita Warga Negara
Indonesia (WNI)
Berdasarkan pasal 8 UU No.62 tahun 1958, seorang perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan seorang asing bisa kehilangan kewarganegaraannya, apabila selama waktu satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, ia menjadi tanpa kewarganegaraan. Apabila suami WNA bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa. Karena sulitnya mendapat ijin tinggal di Indonesia bagi laki laki WNA sementara istri WNI tidak bisa meninggalkan Indonesia karena satu dan lain hal( faktor bahasa, budaya, keluarga besar, pekerjaan pendidikan,dll) maka banyak pasangan seperti terpaksa hidup dalam keterpisahan.
b. Wanita Warga Negara Asing (WNA) yang menikah dengan Pria Warga Negara Indonesia (WNI)
Indonesia menganut azas kewarganegaraan tunggal sehingga berdasarkan pasal 7 UU No.62 Tahun 1958 apabila seorang perempuan WNA menikah dengan pria WNI, ia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tapi pada saat yang sama ia juga harus kehilangan kewarganegaraan asalnya. Permohonan untuk menjadi WNI pun harus dilakukan maksimal dalam waktu satu tahun setelah pernikahan, bila masa itu terlewati , maka pemohonan untuk menjadi WNI harus mengikuti persyaratan yang berlaku bagi WNA biasa. Untuk dapat tinggal di Indonesia perempuan WNA ini mendapat sponsor suami dan dapat memperoleh izin tinggal yang harus diperpanjang setiap tahun dan memerlukan biaya serta waktu untuk pengurusannya. Bila suami meninggal maka ia akan kehilangan sponsor dan otomatis keberadaannya di Indonesia menjadi tidak jelas Setiap kali melakukan perjalanan keluar negri memerlukan reentry permit yang permohonannya harus disetujui suami sebagai sponsor. Bila suami meninggal tanah hak milik yang diwariskan suami harus segera dialihkan dalam waktu satu tahun. Seorang wanita WNA tidak dapat bekerja kecuali dengan sponsor perusahaan. Bila dengan sponsor suami hanya dapat bekerja sebagai tenaga sukarela. Artinya sebagai istri/ibu dari WNI, perempuan ini kehilangan hak berkontribusi pada pendapatan rumah tangga.
 
2. Anak hasil perkawinan campuran

Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :
1. Menjadi warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun/ belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya).
 
C. Menurut UU Kewarganegaraan Baru

1. Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian.
Mengenai hilangnya kewarganegaraan anak, maka hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan anak menjadi hilang.
2. Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran
Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran. Namun perlu ditelaah, apakah pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada dua yurisdiksi.
Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal indonesia menganut asas konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6 AB Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan pasal 16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu ketentuan mana yang harus diikutinya.
Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh para ahli hukum perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan ganda ini. Penulis berpendapat karena undang-undang kewarganegaraan ini masih baru maka potensi masalah yang bisa timbul dari masalah kewarganegaraan ganda ini belum menjadi kajian para ahli hukum perdata internasional.
3. Kritisi terhadap UU Kewarganegaraan yang baru
Walaupun banyak menuai pujian, lahirnya UU baru ini juga masih menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu pujian sekaligus kritik yang terkait dengan status kewarganegaraan anak perkawinan campuran datang dari KPC Melati (organisasi para istri warga negara asing).
“Ketua KPC Melati Enggi Holt mengatakan, Undang-Undang Kewarganegaraan menjamin kewarganegaraan anak hasil perkawinan antar bangsa. Enggi memuji kerja DPR yang mengakomodasi prinsip dwi kewarganegaraan, seperti mereka usulkan, dan menilai masuknya prinsip ini ke UU yang baru merupakan langkah maju. Sebab selama ini, anak hasil perkawinan campur selalu mengikuti kewarganegaraan bapak mereka. Hanya saja KPC Melati menyayangkan aturan warga negara ganda bagi anak hasil perkawinan campur hanya terbatas hingga si anak berusia 18 tahun. Padahal KPC Melati berharap aturan tersebut bisa berlaku sepanjang hayat si anak.
Penulis kurang setuju dengan kritik yang disampaikan oleh KPC Melati tersebut. Menurut hemat penulis, kewarganegaraan ganda sepanjang hayat akan menimbulkan kerancuan dalam menentukan hukum yang mengatur status personal seseorang. Karena begitu seseorang mencapat taraf dewasa, ia akan banyak melakukan perbuatan hukum, dimana dalam setiap perbuatan hukum tersebut, untuk hal-hal yang terkait dengan status personalnya akan diatur dengan hukum nasionalnya, maka akan membingungkan bila hukum nasional nya ada dua, apalagi bila hukum yang satu bertentangan dengan hukum yang lain. Sebagai contoh dapat dianalogikan sebagai berikut :
“Joko, pemegang kewarganegaraan ganda, Indonesia dan Belanda, ia hendak melakukan pernikahan sesama jenis. Menurut hukum Indonesia hal tersebut dilarang dan melanggar ketertiban hukum, sedangkan menurut hukum Belanda hal tersebut diperbolehkan. Maka akan timbul kerancuan hukum mana yang harus diikutinya dalam hal pemenuhan syarat materiil perkawinan khususnya.”
Terkait dengan persoalan status anak, penulis cenderung mengkritisi pasal 6 UU Kewarganegaraan yang baru, dimana anak diizinkan memilih kewarganegaraan setelah berusia 18 tahun atau sudah menikah. Bagaimana bila anak tersebut perlu sekali melakukan pemilihan kewarganegaraan sebelum menikah, karena sangat terkait dengan penentuan hukum untuk status personalnya, karena pengaturan perkawinan menurut ketentuan negara yang satu ternyata bertentangan dengan ketentuan negara yang lain. Seharusnya bila memang pernikahan itu membutuhkan suatu penentuan status personal yang jelas, maka anak diperbolehkan untuk memilih kewarganegaraannya sebelum pernikahan itu dilangsungkan. Hal ini penting untuk mengindari penyelundupan hukum, dan menghindari terjadinya pelanggaran ketertiban umum yang berlaku di suatu negara.
IV. KESIMPULAN

Anak adalah subjek hukum yang belum cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil perkawinan campuran dalam UU Kewarganegaraan yang baru, memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya, karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil perkawinan campuran.
UU Kewarganegaraan yang baru ini menuai pujian dan juga kritik, termasuk terkait dengan status anak. Penulis juga menganalogikan sejumlah potensi masalah yang bisa timbul dari kewarganegaraan ganda pada anak. Seiring berkembangnya zaman dan sistem hukum, UU Kewarganegaraan yang baru ini penerapannya semoga dapat terus dikritisi oleh para ahli hukum perdata internasional, terutama untuk mengantisipasi potensi masalah.
===============================================================================
sumber :
~ by fadilazexstrife on November 23, 2010.

Peran Pemuda Dalam Masyarakat

Peran pemuda dalam masyarakat itu sangat penting , karna kita tahu bahwa yang sangat di butuhkan adalah pemuda ,karna pemuda adalah generasi penerus bangsa dan juga pemuda adalah merupakan asset bangsa yang harus kita tanam sejak dini,,

Peranan pemuda dalam sosialisasi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu biasanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan, selalu bermain-main
.
Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka nge Facebook, lebih suka aktif di mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara.

Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda kearah masyarakat madani. Reformasi tidak mungkin dilakukan oleh orang tua dan anak-anak.

jadi intinya peran pemuda sekarang ini sungguh sangat memprihatinkan, banyak pemuda sekarang yang jarang bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar padahal dari pemuda lah timbul semangat-semangat yang dapat membuat sebuah bangsa menjadi besar. Berkurangnya rasa sosialisasi di masyakat juga tidak lepas dari kecanggihan teknologi sekarang yang semuanya serba instant, mudah dan cepat tanpa harus bersusah payah. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya masih ada pemuda-pemuda yang mengikuti kegiatan-kegiatan masyarakat seperti menjadi panitia-panitia dalam keagamaan, sosial, perayaan dan semacamnya.

Peran pemuda dalam masyarakat dapat ditingkatkan dengan mengadakan acara-acara atau kumpul untuk para pemudanya agar lebih bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat sekitar. Semoga cita-cita dan perjuangan para pahlawan dahulu untuk memerdekakan bangsa ini dapat terwujud dengan pemudanya yang turut berperan aktif dalam masyarakat.


Dengan demikian , dibutuhkan pembinaan yang intensif terutama pembinaan moral agar pemuda memiliki rasa tanggung jawab untuk membangun serta berjuang untuk kepentingan masyarakat, tidak hanya untuk kepentingan pribadinya.

 sumpah pemuda tanggal 28 oktober 1928 merupakan hari dimana para pemuda bersumpah ,,


solidaritas yang utama ,,

Selasa, 01 November 2011

Peran Keluarga dalam Perkembangan Kepribadian Anak

 Pengaruh lingkungan sangat peka terhadap perkembangan kepribadian anak . Maka dari itu peranan keluarga sangat penting ,
Fungsi keluarga yang berpengaruh besar pada perkembangan kepribadian diantaranya adalah fungsi sosial dan keagamaan. Keluarga sudah sewajibnya sudah mengenalkan agama dan aplikasinya kepada kehidupan masyarakat sejak dini kepada seorang anak. anak harus mengetahui bahwa diatas semua yang ada di dunia ini, ada suatu Ketuhanan, yang berkuasa atas alam semesta dan segala isinya. Agama penting untuk diajarkan kepada seorang anak agar pada saat dia dewasa, dia mengerti nilai moril yang ada di dalam agama. Agar anak itu paham bahwa seindependennya pun dia dalam lingkungan sosialnya, dia tidak dapat mengesampingkan orang lain yang mungkin mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan dirinya.
Fungsi sosial juga merupakan salah satu tanggung jawab yang dimiliki oleh orang tua khususnya, dan keluarga pada umumnya, untuk membentuk kepribadian seorang anak. Anak harus diajarkan
 bagiamana cara berkomunikasi secara baik dan benar. Bahasa tubuh, bahasa oral, ataupun gerakan yang pantas untuk digunakan dalam bersosialisasi haruslah dipelajari oleh seorang anak. Sopan santun yang berlaku di masyarakat dimana anak itu tinggal harus diberitahukan oleh keluarga kepada sang anak, agar pada nantinya anak tersebut tidak dijauhkan karena memiliki kepribadian yang buruk saat nantinya dia menghadapi masyarakat sekitar. Norma pun termasuk fungsi sosial yang harus ditanamkan keluarga kepada sang anak. Anak harus mengerti pada suatu sistem elemen masyarakat yang nantinya dia hadapi ada norma yang harus dipatuhi dan tidak dapat dilanggar.
Terlepas dari semua fungsi yang secara literal tertulis dalam berbagai liturgi, keluarga pun harus seimbang dan  harmonis .
Penanaman semua jenis pembentuk kepribadian kepada anak harus dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Kondisi keluarga yang berantakan mungkin saja mempengaruhi kondisi mental seorang anak. Anak bisa menjadi minder, kurang ekspresif, dan sukar menyampaikan pendapat. Berbeda dengan anak yang menerima perhatian dan rasa kasih sayang dimana keluarga itu menjadi keluarga yang dinamis. Anak akan cenderung menjadi pintar, percaya diri, ekspresif, dan mudah untuk berinteraksi dengan orang di luar keluarganya.
Motivasi dan keberhasilan studi salah satunya di pengaruhi oleh lingkungan keluarga, apakah orang tua terlalu mementingkan disiplin atau memberikan kebebasan dari pada di siplin, ternyata keserasian atau keseimbangan keduanya sangat di perlukan ,untuk itu peranan keluarga dan lingkungan sangat penting dalam kepribadian anak  agar si anak bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat dan keluarga .

Peranan orang tua yang di harapkan oleh anak adalah sebagai berikut .
1 . peranan ayah .
     ayah adalah kepala kelurga , maka dari itu ayah harus mempunyai sifat kepemimipinan yang baik ,
     dengan adanya ayah yang berkepemimpinan baik , maka si anak pasti akan mengikuti kepribadian si ayah yang berkepribadian baik .

2. peranan ibu ,
    ibu adalah seorang wanita yang sangat mulia , dia melahirkan kita , mengasuh kita hingga menjadi kepribadian yang baik ini  , ibu yang di harapkan pada si anak adalah mempunyai sifat yang tidak terlalu emosi klo berbeda pandapat pada si anak , agar si anak tidak emosian , dan juga ibu harus selalu menghargai pendapat si anak ,

banjir

Di indonesia kerap sekali terjadi bencana alam . Contohnya seperti banjir , banjir kerap terjadi dimana-mana . Hal ini terjadi karena ulah manusia sendiri yang tak kunjung iba , selalu membuang sampah di sungai , membangun bangunan-bangunan  tinggi di daerah resapan air dan membangun rumah di bantaran kali / sungai . Padahal itu adalah perbuatan yang sangat merugikan banyak orang , dan juga adanya pemerintah yang sangat lamban dalam mengatasi maalah ini .

Banjir sangat menjadi langganan untuk daerah jakarta . Apalagi saat hujan turun sangat deras , ini sangat merepotkan bagi masyarakat yang bertempat tinggal  di bantaran kali /sungai atau daerah resapan air dan juga ruas ruas jalan kota yang keberadaanya di daerah resapan air , ini sangat mengganggu masyarakat yang beraktifitas yang sebagaimana biasa nya  . Jakarta adalah kota metropolitan , yang seharusnya malu karena tiap musim hujan pasti kebanjiran . Maka dari  kita harus berbenah membenahi kota jakarta ini agar tidak terkena dampak banjir . Dengan upaya yang sering kita lakukanlah , misalnya jangan membuang sampah di bantaran kali/sungai . karena hal ini sangat merugikan buat orang lain .

Beberapa hal yang sudah pemerintah lakukan untuk membenahi kota jakarta ini dari bencana banjir adalah salah satunya dengan di bikinnya BKT (banjir kanal timur ) . BKT ini adalah sakah satu contoh upaya pemerintah untuk mengatasi banjir untuk wilayah jakarta timur dan sekitarnya . Dengan adanya BKT ini masyarakat bisa merasakan kelegaan yang biasanya tiap tahun mereka terkena banjir , dan akhirnya bisa tidak terkena banjir lagi . Dengan itu masyarakat  yang berada di sekitar BKT  harus menjaga kebersihannya agar tidak terkena dampak bencana  banjir  dan juga dampak bencana banjir ini bisa menimbulkan beberapa penyakit seperti misalnya gatal-gatal , diare  dan lain-lain .

Upaya yang harus kita lakukan agar tidak terkena banjir :
- jangan membuang sampah di bantaran kali/sungai .
- membuat lubang serapan air .
   contoh : menanam pohon pohonan sebagai daerah resapan air .
- mengeruk kali/sungai agar menambah daya tampung air .

Minggu, 30 Oktober 2011

masalah dan solusi pendidikan di INDONESIA

SOLUSI MASALAH PENDIDIKAN INDONESIA .



indonesia harus berbenah ,
jangan negara kita ini di cap sebagai negara yang bebas ngelakuin segala hal asal da uang ,yang pasti ada uang lancar dimana letak toleransi kita,saling menghargai menjungjung tinggi ahklak...
khusus pada Mendiknas kami butuh realisasi bapak....

sekarang UAN negara naik dari dlu yang nilainya 5,00 sekarang harus rata2 6,00 plus kan dulu yang di UAN kan hanya 3 mata pelajaran Matematika,BHS Indonesia ,Bahasa English.
Tapi UN sekarang beda mata pelajaran yang di UN kan lebih banyak tergantung jurusanya di SMA.kaya gini ya sistem pendidikan di indonesia anak2 SMA dan sederajjatnya harus menjadi tikus percobaan dari Mendiknas.....
kan ga jarang ada orang pintar cerdas kita tau juara olimpiade pas tahun kemarin ga lulus tu cuma gagal di bahasa Inggrisnya saja nilainya ga mencukupi standar kelulusan tapi siswa yang jarang masuk pintar sih ga orng bandel ko bisa lulus???
Apakah indonesia ga menginginkan SDM YANG BAIK<??apa hanya mau merangkap dalam mimpi2 belaka.....
Maap bila ada pihak terkait yang tersinggung saya selaku perwakilan pelajar Indonesia kami ga mau jadi percobaan sistem pendidikan yang anda lakukan kami butuh ilmu yang baik supaya negr kita dapat bangun dari keterpurukan jangan main uang saja pak....

menurut saya usaha pemerintah itu cukup bagus, emang bodoh orang indonesia itu berat tp emang mau lulus bgt aja?? nggak kan untuk lulus harus qualified, yaitu denggn memenuhi syarat kelulusan, kalau gak gitu hrs brp banyak lagi org indonesia yg sarjana tp otak nya kosong, cuma masalahnya sekarang ialah mengatasi kecurangan,
jgn sampai malah jd siswa yg curang dgn nyontek, beli jawaban, dll yg malah lulus kan kasihan sama yg tdk lulus.
lagian 6 itu msh rata2x kan kl di singapore kl gak salah syarat kelulusan malah 8, mampus gak tuh??
kalau emang gak mampu mencapai target yah cari jln karir lain donk petani, montir, gak semua org harus kuliah kl otaknya gak mampu, daripada dipaksa paksa liat saja skrg lulusan indonesia sebagian besar tuh dianggap payah dan gak siap kerja.
Untuk itu kita harus bebenah menghadapi masalah seperti ini .